Serat Wedhatama (asal kata dalam bahasa
Jawa; Wredhatama) merupakan salah satu karya agung pujangga sekaligus
seniman besar pencipta berbagai macam seni tari (beksa) dan tembang. Wayang
orang, wayang madya, pencipta jas Langendriyan (sering digunakan sebagai
pakaian pengantin adat Jawa/Solo). Beliau adalah enterpreneur sejati yang
sangat sukses memakmurkan rakyat pada masanya dengan membangun pabrik bungkil,
pabrik gula Tasikmadu dan Colomadu di Jateng (1861-1863) dengan melibatkan
masyarakat, serta perkebunan kopi, kina, pala, dan kayu jati di Jatim
dan Jateng. Masih banyak lagi, termasuk merintis pembangunan Stasiun
Balapan di kota Solo. Beliau juga terkenal gigih dalam melawan penjajahan
Belanda.
Hebatnya, perlawanan dilakukan cukup melalui tulisan
pena, sudah cukup membuat penjajah mundur teratur. Cara inilah menjadi
contoh sikap perilaku utama, dalam menjunjung tinggi etika berperang (jihad
a la Kejawen); “nglurug tanpa bala” dan “menang tanpa ngasorake”.
Kemenangan diraih secara kesatria, tanpa melibatkan banyak orang, tanpa makan
korban pertumpahan darah dan nyawa, dan tidak pernah mempermalukan lawan.
Begitulah kesatria sejati.
Selain terkenal kepandaiannya akan ilmu pengetahuan,
juga terkenal karena beliau tokoh yang amat sakti mandraguna. Beliau terkenal
adil, arif dan bijaksana selama dalam kepemimpinannya. Beliau
adalah Ngarsa Dalem Ingkang Wicaksana Kanjeng Gusti Pangeran Adipati
Arya Sri Mangkunegoro IV. Raja di keraton Mangkunegaran Solo. Berkat “laku”
spiritual yang tinggi beliau diketahui wafat dengan meraih kesempurnaan
hidup sejati dalam menghadap Tuhan Yang Mahawisesa; yakni “warangka
manjing curiga” atau meraih kamuksan; menghadap Gusti (Tuhan) bersama
raganya lenyap tanpa bekas.
Wedhatama merupakan
ajaran luhur untuk membangun budi pekerti dan olah spiritual bagi kalangan
raja-raja Mataram, tetapi diajarkan pula bagi siapapun yang berkehendak
menghayatinya. Wedhatama menjadi salah satu dasar penghayatan bagi siapa
saja yang ingin “laku” spiritual dan bersifat universal lintas kepercayaan atau
agama apapun. Karena ajaran dalam Wedhatama bukan lah dogma agama yang
erat dengan iming-iming surga dan ancaman neraka, melainkan suara hati nurani,
yang menjadi “jalan setapak” bagi siapapun yang ingin menggapai kehidupan
dengan tingkat spiritual yang tinggi. Mudah diikuti dan dipelajari oleh
siapapun, diajarkan dan dituntun step by step secara rinci. Puncak dari
“laku” spiritual yang diajarkan serat Wedhatama adalah; menemukan
kehidupan yang sejati, lebih memahami diri sendiri, manunggaling
kawula-Gusti, dan mendapat anugrah Tuhan untuk melihat rahasia kegaiban
(meminjam istilah Gus Dur; dapat mengintip rahasia langit).
Serat yang berisi ajaran tentang budi pekerti atau
akhlak mulia, digubah dalam bentuk tembang agar mudah diingat dan lebih
“membumi”. Sebab sebaik apapun ajaran itu tidak akan bermanfaat apa-apa,
apabila hanya tersimpan di dalam “menara gadhing” yang megah.
Kami sangat bersukur kepada Gusti Allah, dan
berterimakasih sebesar-besarnya kepada Eyang-eyang Gusti dan para Ratu Gung
Binatara yang telah njangkung lan njampangi kami dalam
membedah dan medhar ajaran luhur ini, sehingga dengan “laku” yang sangat
berat dapat kami susun dalam bahasa Nasional. Karena keterbatasan yang ada pada
kami, mudah-mudahan tidak mengurangi makna yang terkandung di dalamnya. Tanpa
adanya kemurahan Gusti Allah dan berkat doa restu dari para leluhur agung yang
bijaksana, kami menyadari sungguh sulit rasanya, memahami dan menjabarkan kawruh
atau pitutur yang maknanya persis sama sebagaimana teks aslinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar