Rabu, 10 Desember 2014

Perbandingan Novel Ngulandara dan Katresnan Lingsir Sore











PERBANDINGAN NOVEL NGULANDARA KARYA MARGANA DJAJAATMADJA DAN KATRESNAN LINGSIR SORE KARYA YUNANI

Tugas ini Guna memenuhi tugas mata kuliah sastra bandingan

Oleh
Aditya Denny Sundoro
2601413085

Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang
2014

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana telah memberikan rahmat dan petunjuk-Nya, sehingga penulis  dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Perbandingan Novel Ngulandara Karya Margana Djajaatmadja dan Katresnan Lingsir Sore Karya Yunani” dengan baik.
Sebelumnya, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dosen Pembimbing yang telah memberikan tugas ini dan yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian tugas ini, sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik.

Penulis  menyadari berbagai kelemahan dan keterbatasan yang ada, sehingga terbuka kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penulisan makalah penelitian ini. Penulis  sangat memerlukan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca makalah penelitian ini, terutama Bapak Dosen untuk penyempurnaan makalah penelitian ini.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, penulis berharap semoga makalah penelitian ini bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.



                                                                                                Semarang, 14 Oktober 2014



                                                                                                             
                                                                                                            Aditya Denny S


1.1 Latar Belakang
Novel merupakan sebuah karya sastra yang tidak dapat dibaca selesai dalam sekali duduk, karena panjangnya sebuah novel secara khusus cukup untuk mempermasalahkan karakter, peranan sosial tokoh dan pandangan hidup tokoh dalam perjalanan waktu. Jadi, dalam perjalanan panjang inilah yang dapat menggambarkan perjuangan seorang tokoh dalam menghadapi kehidupannya yang penyajiannya secara panjang lebar. Oleh karena itu tidak mengherankan jika posisi manusia dalam masyarakat menjadi pokok permasalahan yang selalu menarik perhatian para novelis.
Novel sebagai salah satu jenis karya sastra, dibentuk oleh unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur formal yang membangun sebuah karya sastra dari dalam secara intern. Unsur-unsur tersebut antara lain, tema, amanat, plot, perwatakan, latar, dan pusat pengisahan. Unsur ekstrinsik adalah unsur dari luar dunia kesastraan yang berpengaruh terhadap karya sastra. Setiap unsur yang membentuk karya sastra tersebut tidak dapat berdiri sendiri dan senantiasa berkaitan satu dengan lainnya. Dalam hubungan fungsional yang erat dan membentuk suatu totalitas
Sastra bandingan adalah studi sastra bandingan secara totalitas, karena sastra bandingan identik dengan sastra dunia, sastra umum atau sastra universal. Pengkajian sastra bandingan pada dasarnya tidak harus terpaku pada karya-karya klasik dari sastrawan yang terkenal, karena dalam kajian sastra bandingan tidak jauh berbeda dengan kegiatan mengapresiasi suatu karya sastra.
Dari sekian banyak negara di dunia yang memiliki karya sastra novel dengan motif yang hampir sama baik dalam negara maupun dengan negara lain. Sebuah novel dapat memiliki kemiripan dengan novel atau yang lainnya, baik dalam unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsiknya. Namun, dalam karya sastra tersebut selain terdapat kesamaan tentunya terdapat perbedaan di dalamnya. Kajian ini lebih menitik beratkan pada kajian dalam satu negara, namun karya sastra yang digunakan dapat dilihat dari kurun waktu yang berbeda.
Melalui kajian bandingan ini, penulis akan mengkaji perbedaan secara intertekstual dalam sebuah novel. Pengkajian ini dilakukan pada novel Ngulandara karya Margono Djajaatmadja dan novel Katresnan Lingsir Sore karya Yunani. Perbandingan novel Ngulandara karya Margono Djajaatmadja dan novel Katresnan Lingsir Sore karya Yunani dapat dilihat dan dipahami dengan mudah oleh pembaca. Sejarah perkembangan sastra jawa, khusunya novel, menunjukan adanya perkembangan yang sangat pesat. Penulisan novel bahasa jawa senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan-perubahan sejalan dengan makna kreativitas yang melekat pada sifat karya sastra. Hal ini terbukti dengan jumlah novel yang terlahir saat ini, dengan berbagai ragam masalah yang diangkat sebagai tema, serta berbagai masalah yang semakin melekat pada diri sang tokoh yang terlibat didalamnya.
Perwatakan sebagai salah satu unsur intrinsik sastra, sangat menarik untuk dikaji atau diteliti, kajian perwatakan tokoh novel yang semakin menarik, jika tokoh yamg ditampilkan adalah tokoh yang memiliki kadar life like yang tinggi. Pembaca cenderung mengharapkan agar orang-orang atau tokoh-tokoh dalam fiksi “mirip” dengan orang-orang dalam kehidupan yang sesungguhnya.
Sebuah cerita berjalan berdasarkan tingkah laku dan pengalaman tokoh cerita. Melalui tokoh ini pula, pembaca mengikuti jalannya seluruh cerita. Oleh karena itu pembaca akan lebih jelas mengenai maksud suatu cerita apabila ia mengenal watak tokoh cerita.
Dalam istilah fiksi sering digunakan istilah karakter, istilah karakter “character” dalam literatur bhasa Inggris menyarankan kepada pengertian (1) tokoh yang ditampilkan dalam karya sastra, (2) sikap, ketertarikan, keinginan-keinginan, kecenderungan-kecenderungan emosi dan prinsip yang dimiliki oleh tokoh tersebut. Perwatakan sebagai salah satu unsur intrinsik novel, penyajiannya sering dipengaruhi oleh berbagai ilmu pengetahuan lain, salah satunya adalah psikologi
Oleh karena itu dapat diambil beberapa permasalahan dari penelitian ini. Permasalahan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1.      Bagaimana unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Ngulandara karya Margono Djajaatmadja dan novel Katresnan Lingsir Sore karya Yunani ‌‌‌‌‌‌?
2.      Bagaimana perbedaan tokoh utama dalam novel “Ngulandara karya Margono Djajaatmadja dan novel Katresnan Lingsir Sore karya Yunani ?
Tujuan dari makalah ini yaitu untuk membandingkan antara kedua Novel tersebut antara Katresnan lingsir sore karya Yunani dan novel Ngulandarakarya Margana Djajaatmadja. Perbandingan itu dilihat dari segi Buah pikiran dan perwatakan tokoh utama dari kedua novel tersebut. Makalah ini juga bertujuan agar pembaca mampu mengetahui isi dari perbandingan kedua novel dengan lebih tepat dan jelasnya. Tujuan lainnya yaitu mendeskripsikan :
1.      Deskripsi unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Ngulandara karya Margono Djajaatmadja dan novel Katresnan Lingsir Sore karya Yunani
2.      Deskripsi perbedaan tokoh utama dalam novel “Ngulandara karya Margono Djajaatmadja dan novel Katresnan Lingsir Sore karya Yunani

Menurut Endraswara (2011:1-2) hakikat sastra bandingan adalah membandingkan dua karya atau lebih. Menurut Damono (2005:1; 2009:1), sastra bandingan adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang tidak dapat menghasilkan teori sendiri. Bisa dikatakan, teori apapun dapat dimanfaatkan dalam penelitian sastra bandingan, sesuai dengan objek dan tujuan penelitian. Jadi, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa sastra bandingan adalah kegiatan membandingkan dua karya sastra atau lebih yang memiliki persamaan dan perbedaan dalam hal unsur-unsur yang dikandungnya.
Pengertian paham atau prinsip intertekstualitas berasal dari Perancis dan bersumber pada aliran dalam strukturalisme Perancis yang dipengaruhi oleh pemikiran filsuf Perancis, Jaques Derrida dan dikembangkan oleh Julia Kristeva. Prinsip ini bermakna bahwa setiap teks sastra dibaca dan harus dengan latar belakang teks-teks lain
Secara luas, interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara saru teks dengan teks lain. Secara etimologis berasal dari bahasa Latin, textus berarti tenunan, anyaman, penggabungan, susunan, dan jalinan (Ratna, 2012:172). (Endraswara (2011:201) menyatakan, studi intertekstualitas mempelajari keseimbangan antara unsur intrinsik dan ekstrinsik teks yang disesuaikan dengan fungsi teks di masyarakat. Jadi, studi intertekstual merupakan studi yang mempelajari hubungan atau keterjalinan atara teks yang satu dengan teks lainnya untuk mengemukakan unsur-unsur dan makna yang terkandung di dalam.
Suatu teks baru muncul didasari pada teks-teks yang mendahuluinya. Teks-teks terdahulu dapat dikatakan sebagai hipogram (hypogram). Hipogram dapat berupa ide, gagasan, wawasan, dan lain sebagainya yang terdapat dalam teks-teks terdahulu. Hipogram inilah yang menjadi konsep penting dalam teori interteks, terutama dalam mengungkap afinitas dua buah karya sastra.
Hipogram adalah karya sastra yang menjadi latar kelahiran karya berikutnya. Hutomo (dalam Sudikan) merumuskan hipogram sebagai unsur cerita (baik berupa ide, kalimat, ungkapan, peristiwa, dan lain-lain) yang terdapat dalam suatu teks sastra pendahulu yang kemudian teks sastra yang dipengaruhinya. Karya berikutnya yang muncul setelah hipogram dinamakan karya transformasi. Hipogram dan transformasi ini akan berjalan terus menerus sejauh proses sastra itu hidup. Hipogram merupakan “induk” yang akan menghasilkan karya-karya baru. Dalam hal ini, peneliti sastra berusaha membandingkan antara karya induk dengan karya baru. Namun, tidak ingin mencari keaslian sehingga muncul anggapan bahwa karya yang lama/lebih tua itu lebih baik ketimbang karya baru. Studi interteks ini justru ingin melihat tingkat kreativitas pengarang.
       Penelitian interteks sebenarnya merupakan usaha pemahaman sastra sebagai sebuah “presupposition” yakni sebuah perkiraan bahwa suatu teks baru mengandung teks lain sebelumnya. Perkiraan ini, tentu ada yang tepat dan ada yang meleset, tergantung kejelian peneliti. Secara garis besar, penelitian intertekstual memiliki dua fokus, yaitu : 1) meminta perhatian kita tentang pentingnya teks yang terdahulu, dan 2) intertekstual akan membimbing peneliti untuk mempertimbangkan teks terdahulu sebagai penyumbang kode yang memungkinkan lahirnya berbagai efek signifikansi.
Karya sastra sebagai struktural, berarti karya tersebut merupakan unsur yang bersistem dan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain menunjukan hubungan atau kaitan timbal balik dan saling menentukan (Pradopo, 1987:118). Setiap unsur yang membentuk karya satra tidak dapat berdiri sendiri dan unsur-unsur tersebut senantiasa berkaitan antara satu dengan yang lainnya dalam hubungan fungsional yang erat.
Teew berpendapat bahwa sastra dapat dipandang sebagai suatu rekaan, hasil imajinasi, dan fiksionalitas. Denan demikian karya sastra membina dunia otonom yang minta dinikmati demi dirinya sendiri (Sayuti, 1986: 43). Aristoteles menyebut karya sastra sebagai unified whole, artinya tiap-tiap bagian atau tiap unsur karya sastra merupakan bahan organik pembangun karya seni, sehingga apabila ada bagian yang diletakkan ditempat lain akan sangat mengganggu efek keutuhan karya sastra itu sendiri.
Sastra, bila kita lihat sangat kompleks telah mengaburkan batasan sastra sebagai obyek kajian keilmuan. Itulah sebabnya Teeuw (1984) menuliskan bahwa sastra sebagai obyek kajian usaha yang dilakukan sepanjang masa untuk memberi batasan yang tegas atas pertanyaan : ‘apakah sastra itu?’, namun batasan manapun juga yang diberikan oleh para ilmuwan tidak kesampaian. Hal ini dikarenakan batasan sastra itu hanya menekakan satu atau bebrapa aspek saja, atau hanya berlaku untuk sastra tertentu saja, atau sebaliknya, terlalu luas dan longgar melingkupi banyak hal yang jelas bukan sastra lagi.
Analisis fiksi meliputi analisis terhadap semua elemen pembangun fiksi itu, yang mencakup fakta cerita, dan tema (Stanton melalui Sayuti, 1988: 3). Fakta cerita meliputi plot, tokoh, dan latar. Sarana cerita merupakan hal-hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan menata detil-detil cerita sehingga tercipta pola yang bermakna, seperti unsure judul, sudut pandang, gaya dan nada, dan sebagainnya (Sayuti,1988: 3). Istilah karakter “character” dalam literature bahasa Inggris menyaran pada pengertian “ satu tokoh cerita yang ditampilakan dalam karya sastra (fiksi), dan dua sikap, ketertarikan, keinginan-keinginan, kecenderungan-kecenderungan, emosi dan prinsip moral yang dimiliki tokoh tersebut (Stanton, 1965: 17 via Nurgiantoro 1990: 8). Jadi yang pertama yang menyaran pada orangnya, pelaku cerita, sedangkan yang kedua perwatakannya, pada kwalitas pribadi seorang tokoh. Anatara seorang tokoh dengan perwatakan yang dimiliki merupakan suatu kepaduan yang utuh. Penyebutan tokoh tertentu, tak jarang, sekaligus mengisyaratkan kepada kita tentang perwatakan yang dimilikinya..
Di dalam menganalisis dan menilai tokoh-tokoh maka terdapat pertanyaan-pertanyaan tertentu yang cocok untuk dialamatkan padanya. Pertama, apakah relevan tokoh (karakter) X terhadap atau dengan kita?. Kedua, dalam hal apakah atau dalam hal manakah  tokoh (karakter) tersebut menopang cerita secara keseluruhan, di mana tokoh itu sendiri atau menjadi bagian dirinya?. Penganalisisan atau penilaian apapun yang mengabaikan salah satu pertanyaan ini boleh jadi akan tidak cukup meyakinkan (Sayuti, 1988: 37).
Masalah kewajaran tokoh sering dikaitkan dengan pernyataan kehidupan manusia. Seorang tokoh dikatakan wajar, relevan, jika ia mempunyai kemiripan dengan kehidupan manusia sesungguhnya “ Lifelike” tokoh cerita yang hendaknya bersifat alami, memiliki Lifelikeness “kesepertihidupan” paling tidak itulah harapan para pembaca (Sayuti, 1988: 27).

3.1 Metode Penelitian
Intertekstualitas merupakan studi yang mempelajari keseimbangan antara unsur intrinsik dan ekstrinsik teks yang disesuaikan dengan fungsi teks di masyarakat (Endaraswara, 2011:201). Penelitian intertekstualitas di pihak lain mengasumsikan bahwa sebuah karya ditulis berdasarkan karya yang lain, yaitu karya yang menjadi hipogramnya. Demikian pula dengan sastra bandingan, yang berasumsi bahwa ada “deretan” sastra yang memiliki kemiripan satu sama lain (Endraswara, 2011:202)
Objek yang digunakan pada penelitian sastra bandingan ini adalah novel Ngulandara karya Margono Djajaatmadja dan novel Katresnan Lingsir Sore karya Yunani.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Membaca teks novel Ngulandara karya Margono Djajaatmadja. secara keseluruhan, mencatat bagian-bagian yang sesuai dengan masalah.
2. Membaca teks novel Katresnan Lingsir Sore karya Yunani. secara keseluruhan, mencatat bagian-bagian yang sesuai dengan masalah.

Katresnan Lingsir Sore adalah Novel karya sastra Yunani kelahiran Tuban 02 februari 1946. diterbitkan oleh yayasan penerbit Jayabaya Surabaya tahun 2000. beliau mulai menulis sejak tahun 1970. karya beliau berbentuk cerkak dan gegurita yang diterbitkan oleh Jayabaya, Panjebar Semangat, terbitan Surabaya. Tebal Katresnan Lingsir Sore 197 yang terbagi atas 4 bab, tiap bab merupakan episode.
Episode 1
Perjalanan Saraswati ke Singapura bersama rombongan Ria Tour dengan Pesawat Garuda 836. kepergiannya yang sebenarnya adalah untuk melupakan perasaan amarah dan kecewanya kepada anak ragilnya yang pindah ke Jakarta, sementara Saras tidak menyetujuinya dan tidak ingin melihat kepergian anaknya (Bagaskara). Perjalanan Saraswati ke Singapura yang akhirnya mempertemukan dia dengan seorang pria paruh baya yang bernama Indrajit, dan seorang putrinya yang bernama Ananda. Pertemuan yang berawal dengan acara potret memotret.
Rombongan (Ria Tour) menginap di Hotel Holiday Inn yang bertempat di pusat Bisnis GDB, Central Bussines Distric. Ternyata pertemuan karyawati dan Indrajit pun berlanjut saat tanpa sengaja sedang makan di Restorant.
Saras kaget ketika mengetahui bahwa Indrajit adalah seorang Duda, setelah mengetahui itu Saras mencoba sedikit menjaga jarak, tetapi Indrajit tetap saja mendekatinya. Sepandai-pandainya Saras menghindar, namun tetap saja Indrajit dengan tiba-tiba bisa tetap disamping atau dibelakangnya. Bukan hanya dengan Indrajit saja, namun kedekatan itu juga terjadi dengan putri Indrajit yang bernama Ananda, karena kebetulan Saras sekamar dengan Ananda.
Pagi itu Saras menyempatkan diri menelusuri sepanjang jalan scott Road. Saat ia sedang duduk tiba-tiba diatas jembatan terlihat Indrajit melambai-lambaikan tangannya. Dalam batin Saras dia jengkel, tetapi dia tidak kuasa ketika Indrajit minta untuk duduk disampingnya.
Saras memperhatikan Indrajit. Baru sekali ini Saras memperhatikan seorang pria. Saat muda pasti dia amat tampan, berbadan besar, tegap, dengan rambut cepak menunjukkan bahwa dia adalah pensiunan ABRI. Sejak itu Indrajit jadi sering mengajak Saras keluar, padahal Saras lebih suka bepergian sendiri. Malam itu dia berjalan bersama Indrajit menelusuri jalan Scott Road kemudian kejalan Orchard Road, akhirnya mereka ikut duduk di taman pinggir trotoar depan Far East plaza. 4 hari 3 malam di Singapura serasa begitu cepat serasa belum puas.
Hari minggu sore setelah selesai berbelanja rombongan dari Ria Tour kembali ke Surabaya menggunakan pesawat garuda 837. Hati Indrajit terasa sedih akan perpisahannya dengan Saraswati, jam 06.15 pesawat Garuda 837 mendarat dibandara Juanda. Saraswati, indra, ananda saling bersalaman tidak terlihat sedih seperti biasa. Mereka naik taxi dan berpisah meninggalkan Bandara. Serasa ada yang hilang dari diri Indra sepi, kembali sunyi sama seperti sebelum ke Singapura.
Episode II
Pagi itu Saraswati sengaja ke kantor pagi-pagi semangatnya untuk bekerja tumbuh lagi. jam 10 persis ada telepon dari Indrajit, sejak hari itu setiap hari Indrajit selalu menelepon Saras dari Batu, jika tidak di kantor pasti telepon rumah. Hari jumat siang Indrajit menelepon ke kantor Saras memberitahukan bahwa dia kangen dan ingin bertemu. Saraswati mencoba menolaknya dengan berbagai alasan. Anehnya dalam hatinya merasa kecewa apabila tidak jadi bertemu dengan Indrajit. Karena sebenarnya Saraswati juga kangen dan ingin bertemu. Hubungan Saraswati dan Indrajit semakin lama semakin dekat. Hampir setiap malam minggu Indrajit malam mingguan di Surabaya.
Hari minggu, Saras mempunyai rencana ingin ke tempat Indrajit di Batu, Malang. Ketika keiginan tersebut diberitahukan kepada Indrajit. Keingina itu ditanggapi dengan begitu gembira. Sudah lama Indrajit ingin mengajak Saras ke Batu, tetapi Saras selalu menolak, maka berhubung Saras yang meminta untuk kerumahnya, Indrajit berjanji akan menjemput di Surabaya.
Pagi itu Indrajit menjemput dirumah Saraswati di Bendul Merisi Indah, sampai dirumahnya Saras sudah menuggu, memakai jeans biru tua, kaos lengan panjang merah muda, terlihat serasi. Rambut yang jatuh dipundak memakai bando hitam. Saras terlihat lebih muda. Rangga pergi tennis, tidak dirumah. Akhirnya mereka pergi berpamitan. Dalam perjalanan Indrajit sering melirik Saraswati melalui kaca.
Sudah lama Saraswati melihat pemandangan yang seperti ini. Pagi itu ada perasaan senang barcampur sedih didalam hatinya. Mendengar suara deheman Indrajit dari belakang membuyarkan lamunannya. Akhirnya terjadi percakapan antara mereka. Indrajit mulai bercerita tentang kehidupannya. Dari saat dia adalah anak satu-satunya. Terjadi percakapan dimana Saraswati memberikan berbagai pertanyaan kepada Indrajid tentang kehidupan pribadinya. Saraswati mencoba diam, berdiri dengan tegak lalu mendekati pagar teras.
Ada perasaan yang berdesir didalam hati Saraswati,sama seperti saat dia masih remaja tatkala ada seorang pria yang mencoba mendekatinya. Saat itulah Indrajit menyatakan semua perasaanya kepada Saraswati. tetapi Inrajit mencoba mengerti, bahwa memang amat sulit untuk memutuskan sebuah keputusan. Mendengarkan kta-kata Indrajit yang begitu banyak membuat Saraswati menangis, teringat kemabali akan ingatanya pada kehidupan keluarganya yang gagal. Melihat hal itu Indrajit mencoba mengalihkan perhatian Saraswati dengan membawanya berjalan-jalan melihat kebunnya.
Diam-diam Saras berpikir, ternyata Indrajid kehidupannya berkecukupan. Pilihannya tidak salah apabila ia mau menjadi istri Indrajit. Sesampainya Saras dirumah, diceritakanya tentang semua apa yang ia lihat diramah Indrajit di Batu kepada anak rangga ikut senang melihat hati ibunya yang sudah mulai mebuka hatinya untuk pria yang akan meminangnya menjadi istrinya.
Pagi itu Rangga sedang mencuci mobil didepan rumah. Daihatzu espass berwarna biru tua yang ia beli bersama ibunya. Sedang asyik menyemproti mobil sambil bersiul lagu ’When I Need You’ tiba-tiba ada sepeda motor berhenti di belakangnya.yang dinaiki oleh seorang gadis cantik memakai kaos orange dan celana berwarna biru tua. Gadis itu mencari Saras tetapi yang dicarinya sedang pergi. Sejak pertemuan itulah mereka mulai mempunyai perasaan yang sama. Mereka jadi lebih sering bertemu diluar sepengetahuan Saras dan Indrajit. Mereka saling mencintai, padahal saat itu Saras dan Indrajit sedang merancang rencana mereka untuk melanjutkan hubungan kearah yang lebih serius. Sejak itu, rangga setiap bertemu ibunya seperti seorang pesakitan. Saat itulah Ananda dan Rangga mencoba memberanikan diri untuk memberitahukan hubungan mereka kepada Saras dan Indrajit. Betapa marah dan kecewanya Saras dan Indrajit mendengar berita itu. Apalagi Saras, bukan hanya itu saja. Ananda dan Rangga ingin melanjutkan hubungan mereka sampai kepernikahan. Hal itu membuat Saras semakin marah.
Episode III
Kantor tempat kerja Saraswati di Graha pena tingkat dua. Untuk naik ke atas Saras lebih senang lewat tangga sanbil olah raga. Walaupun ia harus megap-megap. Saat masuk ia langsung disambut oleh Rohana sahabat sekaligus partner kerjanya. Harapan dan impian yang telah direncanakan hancur seketika seiring dengan bersemi cinta Rangga dan Ananda. Kesedihan dan kekecewaan selalu menyelimuti perasaan Saraswati, untuk mengobati perasaan tersebut maka ketika rekan kerja Saraswati ditugaskan ke Jakarta, ia meminta untuk menggantikannya. Saraswatipun berangkat ke Jakarta untuk meliput acara pentas seni dan gelar para normal.
Kepergian Saraswati yang tidak pamit kepada siapapun membuaat Indrajit begitu sedih dan terluka. Indrajit begitu tahu betapa sakit dan kecewanya hati Saraswati sampai-sampai ia harus pergi begitu jauh tanpa ada pesan. Selama dua minggu Saraswati berada di Jakarta tanpa sengaja ia bertemu dengan pacar lamanya waktu dulu ia masih SMA, ia bernama Aris. Aris telah memiliki anak 3 dari dua istri yang berbeda. Istri pertamanya meninggal bersama anak keduanya ketika ia melahirkan. Dan istri keduanya memilih pergi meninggalkan Aris dan anaknya. Oleh karena Aris lebih mementingkan pekerjaannya dan mengabaikan urusan rumah tangganya. Rasa sakit hati dan amarah Saraswati kepada Indrajit membuatnya enggan menemuinya Saat Indrajit datang ke Jakarta untuk menemuinya. Tetapi sebenarnya ia begitu kangen kepada Indrajit.
Sesampainya di Surabaya mbok Suli sudah menyambutnya sambil membawakan barang-barang bawaannya, mbok suli menceritakan perihal keadaan Ananda dirumah sakit. Saraswati merasa sangat kaget dengan cerita mbok Suli. Tersebut. Saraswati bingung, kenapa tidak ada yang mengabari perihal keadaan Ananda. Setelah Rangga pulang, akhirnya mereka menjenguk Ananda dirumah sakit. Melihat keadaan Ananda yang begitu memprihatinkan, timbul perasaan iba dan rasa bersalah. Apalagi setelah diketahui bahwa Ananda mencoba bunuh diri dengan cara meminum obat  flu yang berlebihan.
Melihat keadaan itu akhirnya Saraswati mengalah untuk menyetujuinya dan berjanji setelah Ananda sembuh nanti ia akan melamarnya. Akhirnya pernikahanpun terjadi dengan lancar dan khidmat. Setelah pernikahan dan Rangga pergi bulan madu Saras berencana pergi menyusul bagaskara ke Jakarta tanpa memberitahukan kepada siapapun. Indrajit begitu kaget dengan kepergian Saran yang begitu tiba-tiba.
Sesampainya di Jakarta mencoba melupakan semua kenangan tentang Indrajit. Sejak itulah ia menjadi dekat kembali, seakan-akan ia seperti menemukan cintanya kembali yang telah hilang. Bahkan mereka sempat merencanakan akan sampai kepernikahan. Beberapa kali Indrajit menelpon, bahakan sempat menjempunya ke Jakarta untuk mengajaknya pulang, karena Ananda akan melakukan selamatan kehamilannya. Namun tetap saja ia tidak mau pulang. Saras sudah kukuh dengan pendiriannya. Sampai-sampai Ananda melahirkanpun Saras tetap tidak mau pulang ke Surabaya.
Episode IV
Namun betapa kagetnya ketika Saras tahu bahwa Aris yang dianggapnya sebagai satu-satunya pria yang mungkin akan membahagiakan dia, tapi ternyata ia hanyalah seorang Lelaki berhidung belang. Saras merasa keberatan dengan gaya hidup yang sudah berubah menjadi kehidupan yang glamor, suka gonta-ganti wanita yang cantik-cantik dan muda-muda. Aris merusaha menjelaskan tentang keadaan kehidupannya dan posisinya yang hidup di Jakarta dan dikellingi banyak artis. Saraswati begitu kecewa dan sakit hati mendengar kenyataan bahwa aris yang sekarang beda dengan Aris yang dulu. Dan akhinya Saras berpisah dengan Aris. Untuk kesekian kalinya lagi saras kecewa dan terluka. Bagaskara terus memaksa Saraswati untuk pulang ke Surabaya agar dapat menjenguk cucunya itu, tapi Saraswati terus membuat alasan agar tidak pulang. Bebarapa hari telah berlalu, tiba-tiba Indrajit menelpon lagi tapi kali ini Indrajit memperdengarkan suara cucunya yang terus menangis berharap eyang utinya mau untuk menjenguknya
Akhinya Saras memutuskan untuk kembali ke Surabaya. Setelah bertemu dengan cucunya, Saraswati merasa sangat tenang dan damai tenyata kedamaian dan kebahagiaan yang dia cari selama ini ditemukan ketika dia berkumpul dengan keluarganya.
Novel Ngulandara karya Margana Djajaatmadja, terdapat Tokoh utama yang menyamar sebagai Rapingun yang menolong mobil Raden bei Asisten Wedana saat akan melanjutkan perjalanan, mereka akhirnya dapat melanjutkan perjalanan, mereka dikejutkan karena Rapingun berusaha lari seperti manusia misterius. Namun Raden Supartinah telah mengetahui nomor mobil dari Rapingun itu. Ketika suatu hari ada Nyonya Oei Wat Hien ia bercerita tentang Rapingun yang sangat sopan dan jujur. Karena hal itu akhirnya Rapingun diangkat sebagai sopir dari keluarga Den Bei Asisten Wedana.
Akhirnya Rapingun sangat kerasan tinggal di tempat Den Bei, dan telah berhasil menaklukan kuda tersebut. Suatu hari Rapingun bersama Raden Supartinah pergi ke Magelang, mulailah akhirnya hubungan itu berlanjut diantara keduanya. Ketika mereka sedang menonton Wayang bersama Den Bei Mantri Gudhang, dan istrinya Raden Supartinah merasa gelisah karena ada dua pemuda yang mengintai mereka. Raden Supartinah mengajak pulang , dalam perjalanan mereka dicegat dua pemuda tadi yang bernama Hardjana. Terjadilah perkelahian dan tangan Rapingun terluka dan dibawa ke Rumah Sakit ketika pulang mereka tidak bercerita kepada Den Bei Asisten Wedana. Karena hal itu Den Bei semakin sayang pada Rapingun karena ada hal yang mendesak akhirnya Rapingun memutuskan untuk pamit untuk mencari orang Tuanya.
Akhir dari Cerita ini yaitu terbongkarnya Rapingun yang adalah seorang raden Mas Sutanta karena secara tidak sengaja Den Bei Mantri Guru tahu asal usul dari Rapingun itu. Akhirnya Raden mas Sutanta menikah dengan Raden Supartinah dan mempunyai seorang yang menambah kebahagian keluarga Den Bei Asisten Wedana.


Tema merupakan gagasan utama yang mendasari sebuah novel. Diatas telah dikemukakan bahwa semua novel tradisional mulai dengan ide yang memberi inspirasi pengarang mulai menulis. Tentang bagaimana pengarang mengembangkan ide ke dalam novel.
Novel katresnan lingsir sore termasuk novel tradisional, karena itu konsepsi Robert G. Meredith dan John D. Fitzgerald dapat diterapkan padanya. Pengalaman seseorang berdasarkan sesuatu tang telah kita lihat atau dengar dapat memberikan ide untuk novel. Kecuali itu ide yang berdasarkan pengalaman pengarang baik secara langsung maupun tidak langsung yakni sebagai seorang wanita yang jatuh cinta lagi setelah lama menjanda dan sebagai seorang ibu yang memebesarkan dan mendidik anaknya dengan seluruh jiwa raga sampai anak-anaknya menjadi seorang yang berhasil.
Tema  novel  Ngulandara  adalah  petualangan  hidup Rapingun/Raden Mas Susanto
Alur cerita direncanakan oleh pengarang, pada umumnya cerita bergerak melalui serentetan peristiwa menuju klimaks dan berakhir sampai pada penyelesaian yang logis. Kekuatan–kekuatan yang mendorong adalah kejadian-kejadian yang menggairahkan pembaca dan merupakan bentuk cerita
Yunani menggambarkan alur atau plot dalam novel Katresnan Lingsir Sore adalah disusun secara urut atau alur maju. pertama dimulai dari kepergian Saraswati ke Singapura diteruskan dengan perkenalannya dengan Indrajit yang pada akhirnya mereka jatuh cinta, cinta mereka semakin bersemi yang akhirnya konflik mulai timbul disebabkan karena adanya kisah cinta antara Rangga dan Ananda konflik memuncak (dalam episode 2). Penyelesaian dengan jalan Saraswati mengalah dan merestui hubungan permenikahan Rangga dengan Ananda (pada episode ke-3) penyelesaian dari semua masalah pada (episode 4)
Alur  yang  digunakan  dalam  novel Ngulandara  karya  Margono Djajatmadja  adalah  alur  maju
Abrams mendefinisikan latar menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial, tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Sedangkan Panuti Sudjiman mendefinisikan latar sebagai segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra.
Latar dalam novel Katresnan Lingsir Sore terdiri dari di Singapura dan di Surabaya, Hotel Holiday Inn. di Surabaya
Latar dalam novel Ngulandara terdiri dari latar tempat di  tengah-tengah bulak Kledhung,  Rumah Raden Bei Asisten Wedana, Kandang kuda, Pasar malam, Lestoran.
Tokoh utama dalam novel Katresnan Lingsir Sore adalah Saraswati dan Indrajit, Berdasarkan frekuensi kehadirannya maka dapat dipastikan bahwa pelaku utama atau tokoh sentral Novel Katresnan Lingsir sore adalah Saraswati.. Dalam novel ini sarswati adalah tokoh utama yaitu ia berperan sebagai seorang ibu yang mempunyai dua orang anak dan juga sebagai seorang janda yang sudah 10 tahun bercerai dari suaminya, yang akhirnya jatuh cinta kembali dengan seorang pria yang juga adalah seorang duda.
Tokoh utama dalam novel Ngulandara adalah Rapingun.
Sudut pandang pada Novel Katresnan lingsir Sore adalah menggunakan sudut pandang serba tau.
Sudut  pandang  pada novel Ngulandara adalah  sudut  pandang  persona  ketiga “Dia” dan sudut pandang persona pertama “Aku”
Amanat Dalam novel Katresnan Lingsir Sore terdapat pesan bahwa cinta itu bisa terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja. Cinta sejati kadang tidak harus berakhir dalam ikatan perkawinan. Cinta sejati hanya mengenal ketulusan mencintai, melindungi dan memberikan yang terbaik bagi orang yang dicintai tanpa menuntut balasan apapun dan tanpa adanya paksaan apapun.
Amanat dalam novel Ngulandara meliputi empat wujud nilai moral. Nilai moral hubungan manusia dengan Tuhannya meliputi bersyukur  kepada Tuhan. Nilai moral hubungan manusia dengan manusia lain  meliputi  keakraban,  rela  berkorban,  dan  menghormati  majikan.  Nilai  moral hubungan  manusia  dengan  alam  sekitar  menyayangi  binatang.  Nilai  moral hubungan  manusia  dengan  dirinya  sendiri  meliputi  pantang  menyerah,  kasih sayang, dan sikap bijak.
Memperbandingkan tokoh utama dalam Novel Ngulandara dan Novel Katresnan Lingsir Sore.
Perwatakan adalah lukisan ‘image’sesorang yang dapat dipandang dari segi fisik, psikis, dan sosiologis.
1. segi fisik
pengarang melukiskan watak pelaku misalnya tampang, umur, raut muka, rambut, bibir, hidung, bentuk kepala, warna kulit, pakaian dan cacat tubuh.
2. segi psikis
pengarang melukiskan watak pelaku melalui pelukisan gejala-gejala pikiran, perasaan dan kemauan pelaku. Dengan jalan ini pelaku dapat mengetahui bagaimana watak pelaku.
3. segi sosiologis
pengarang melukiskan watak pelaku melalui pelukisan lingkungan hidup kemasyarakatan.

A. Tokoh utama dalam novel Katresnan Lingsir Sore adalah Saraswati dan Indrajit
Saraswati
Ikhlas
Indikator: Pancen perih banget. Nanging demi kanggo anake, dheweke kudu ikhlas ngurbanake katresnane. Apa wae sing ora dikurbanake kanggo anak-anake?Saraswati rila lan ikhlas.
Kuat
Indikator: “aja salah salah tampa, aku ngerti banget kowe dudu wanita sing ringkih lan kesed”
Trengginas, lincah, mandiri, dan berkepribadian kuat
Indikator: nanging sing luwih narik atine Indrajit merga Saras trengginas, lincah, mandiri, lan nduweni kepribadian kuwat.
Bimbang
Indikator: atine sigar dadi loro. Separo kepengen prasetyne sakawit ora arep omah-omah maneh, separo kepengen nyoba omah-omah anggere karo Indrajit.
Perhitungan dalam memilih sesuatu
Indikator: “Wah, slirane kuwi etungan banget yen ngadepi panganan
Mengayomi
Indikator: ora krasa tangane cekelan lengene Saraswati, digoceki kenceng baget. Saraswati tanggap, banjur ngrangkul Ananda, kaya patrape ibu pengen ngayomi anake sing keweden 
Indrajit
Sabar
Indikator: kejaba nggantheng, gagah uga kebak kawigaten lan sareh. Senajan sing dideleng mung saklebetan wae, nanging saras wis bisa ngrasakake, katrenteman sing sumebar saka anggane wong lanang kuwi
Setia
Indikator: “saras, aku mung ngandhakake pesene anaku lan anakmu. Dene kok tanggepi apa ora kuwi hakmu. Nanging aku tetep ngarep-arep balimu, nganti kapan wae selawase uripku. Lawang tak bukak selawase, sakwanci-wanci kowe teka tak papagae kanti rasa tresnaku, kang ora bakal surut selawase….” indrajit nahan tangise. 
 Mau mengalah
Indikator: “aku ora arep nglarang kowe nyambut gawe, ora arep ngurangi kebebasanmu. Lan sing perlu kok ngerteni, aku sabar, dhemen ngalah, lan ora cethil,” kandhane karo ngruketake pangrangkule. 
 B. Tokoh utama dalam Novel Ngulandara adalah Rapingun
Rapingun
Suka menolong
Indikator : “Punapa  ndara,  kendel  wonten  ngriki?,  Ingkang  rewel  punapanipun, ndara? Kula kepareng nuweni? Mbok menawi saged ngleresaken.”
 ‘Kenapa tuan, berhenti di sini. Yang rusak apanya, tuan? Saya boleh mencoba?   Siapa tau bisa membenarkan.’
Pekerja keras
Indikator : “Boten  saetu  kok  Den  Ayu.  Tiyang  kula  samenika  boten  kados  sopir sanes-sanesipun.  Watakipun  alus,  temen,  prigel,  gematosipun  dhateng oto  inggih  kinclong-kinclong  ajegan.  Lenggananipun  mindhak  kathah. Dalah  para  langganan  kemawon  sami  ngalem.  Pancen  piyambakipun saged nuju manahipun lengganan.”
 ‘Tidak  beneran  Den  Ayu.  Dia  itu  berbeda  dengan  sopir  yang  lain-lainya. Wataknya halus, jujur, pinter, rajin juga membersihkan terus sampai mobil mengkilap-kilap  dibuatnya.  Lengganannya  tambah  banyak.  Dan  para langganan  saja  pada  memuji.  Memang  dia  bisa  mengambil  hatinya pelanggan.’
Bertanggung jawab
Indikator : “O, ya talah Rapingun, pantes kowe  dadi sedulurku, semono anggonmu ngayomi menyang awakku.”
 ‘O,  ya  Tuhan  Rapingun,  pantas  kamu  menjadi  saudaraku,  segitunya kamu melindungi jiwaku.’
Mandiri
Indikator : “O, ngger, sanadyan kowe ora nyambut gawe, rak ora kekurangan apaapa  ta.  Dhuwet  saka  sewan  omah  sesasine,  kuwi  rak  wis  cukup  ko anggo  nuruti  kasenenganmu.  Dene  kagem  dhahare  bapakmu  cukup saka  peparingdalem  pensiunan.  Saben  aku  ngisis  sandhanganmu  kang tumpuk-tumpuk  ana  lemari  lan  koper, atiku  ora  kena  ditata. O,  ngger, anakku.  Saya  keranta-ranta  maneh  atiku,  dene  lungamu  ora  sangu dhuwit lan nggawa salin salembar-lembara…..”
 ‘O,  anakku,  walaupun  kamu  tidak  bekerja,  tidak  kekurangan  apa-apa kan, hanya dari kontrakan rumah perbulan kan juga sudah  cukup kamu buat nuruti kesenangan kamu. Kalau buat makan ayah kamu cukup dari uang  pensiunan.  Setiap  aku  mengangin-anginkan  baju  kamu  yang tertumpuk  di  almari  dan  koper,  hatiku  tidak  bisa  ditata.  O,  anakku semakin sedih hatiku kepergianmu tidak membawa uang dan baju ganti satu lembarpun.’
Pemberani
Indikator : “E, aja. Aja temenan lo Rap! Aku ora eman jarane, sing take man kowe. Jaran  kuwi  pancene  mono  becik  temenan,  nanging  gemblung.  Mulane para panegar ora ana sing wani nunggangi.”
 ‘E, jangan. Jangan beneran lo Rap! aku tidak sayang sama kudane, yang tak sayang kamu. Kuda itu memang bagus beneran, tetapi gila. Makanya para kusir tidak ada yang berani menaikinya.’
Berbakti kepada orang tua
Indikator : “Nuwun,  Ndara,  saestunipun  sampun  sawetawis  dinten  menika  kula tansah kangetan dhateng tiyang sepuh kula. Sampun meh sedasa wulan menika kulo boten tuwi, mangka anakipun namung setunggal thil kula piyambak.”
 ‘Maaf,  Tuan,  beneran  sudah  sejak  hari  itu  saya  selalu  teringat  dengan orang tua saya. Sudah mau sepuluh bulan itu saya tidak pulang, padahal anaknya hanya satu saja saya sendiri.’


Dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa perwatakan tokoh utama dalam kedua Novel itu mempunyai perbandingan yang sama, ini terlihat dari rapingun sebagai tokoh utama dalam Novel Ngulandara cenderung lebih lantang berbicara dan tegas dalam melakukan tindakan. Pengarang dalam novel Ngulandara yaitu Margana Djajaatmaja dalam menggambarkan perwatakan tokoh Rapingun cenderung lebih lantang dalam berbicara dan tegas dalam melakukan tindakan karena settingnya pada jaman kraton dan dalam keluarga darah biru. Digambarkan dalam novel ngulandara, Rapingun sebagai seorang yang Baik hati dan Suka monolong tanpa mengaharapkan imbalan, Humoris atau juga lucu orangnya, Pandai dan cerdas dalam berbicara, Sopan dan santun dalm bertindak dan mengerti tata krama, Rendah hati dan tahu diri bahwa dia adalah seorang abdi dalem, Selalu jujur dan berbicara dengan lantang. Sedangkan tokoh Indrajit dalam Novel Katresnan Lingsir sore karya yunani, digambarkan sebagai seorang Sabar, Setia, dan Mau mengalah. Novel tersebut digambarkan sebagai kehidupan nyata pada masa sekarang ini.


Yunani, 2000, Katresnan Lingsir Sore, Yayasan Penerbit Jayabaya
Djajaatmajdja, Margana, 1957. Ngulandara, Djakarta: Dinas penerbit balai Pustaka Djakarta
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo                  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar