Takbir mursal adalah istilah lain dari takbir
keliling. Takbir mursal dilaksanakan oleh muslimin dan muslimat setelah buka
terakhir di Bulan Ramandhan. Takbir mursal sudah mentradisi sejak puluhan tahun
lalu di desa-desa di Kecamatan Karangawen. Habis magrib para penduduk yang
memeluk Agama Islam berkumpul di masjid. Setelah Isya’ dilanjutkan berjalan
kaki meneriakkan takbir keliling kampung. Dulu saat listrik belum masuk desa
dan mesin diesel belum popular penerangan dilakukan menggunakan oncor,
lampu yang terbuat dari bambu. Takbir mursal menggunakan pengeras suara
bertenaga acu yang diangkut dengan oyol di atas sepeda. Untuk
meramaikan suasana takbiran diiringi tetabuhan kentongan.
Seiring waktu, masyarakat semakin mengenal kemajuan
dan teknologi. Listrik juga telah masuk desa. Siaran stasiun televisi baik
negeri maupun swasta sudah dapat ditonton kapanpun di kampung.
Hal-hal di atas mempengaruhi bentuk takbir mursal,
terdapat penambahan pernak-pernik di sana-sini. Sekarang penerangan menggunakan
lampu neon dengan tenaga solar. Demikian juga pengeras suara, diangkut
mengunakan mubil bak terbuka. Tetabuhan tidak lagi menggunakan kentongan tetapi
menggunakan drum bekas tempat tahu. Penabuh drum sudah diatur sedemikian rupa
sehingga menyerupai group drumband.
Satu lagi hal yang membedakan takbir mursal dulu
dengan sekarang adalah takbir mursal sekarang terdapat adanya patung berukuran
raksasa yang diusung oleh peserta rombongan takbir mursal. Patung itu terbuat
dari anyaman bambu dan dilapisi kertas. Bentuk patung bermacam-macam, ada yang
berbentuk hewan, robot, masjid, dan lain sebagainya. Semakin hari kualitas
patung juga semakin baik.
Selalu saja ada usaha menyelipkan pesan dalam takbir
mursal. Pesan-pesan itu di antaranya pemeliharaan lingkungan, pesan untuk
tidak menggunakan narkoba, pesan untuk selalu taat kepada ajaran agama, dan
pesan-pesan bijak lainnya.
Takbir mursal adalah tradisi masyarakat Karangawen.
Tradisi menurut Rendra ( 1983) adalah kebiasaan yang turun-temurun dalam sebuah
masyarakat. la merupakan kesadaran kolektif sebuah masyarakat. Takbir mursal
adalah wujud kebudayaan masyarakat Karangawen. Koentjaraningrat berpendapat
bahwa terdapat tiga unsur kebudayaan yaitu ide, wujud tindakan, dan hasil-karya
manusia. Takbir mursal adalah wujud kebudayaan yang berupa tindakan.
Takbir mursal adalah ekspresi masyarakat Karangawen terhadap kondisi
terkini Indonesia dan dunia.
Positif-negatif takbir mursal
Mulanya takbir mursal hanya dilakukan ditingkat desa.
Semua masjid dan mushola membentuk rombongan dan bergabung menjadi rombongan
besar bermuara di rumah kepala desa. Saat ini rombongan semakin besar
karena desa-desa yang dekat dengan kecamatan seperti desa Karangawen,
Brambang, Sidorejo, dan Bumirejo, bergabung menjadi satu dan
berjalan melewati kantor Kecamatan.
Takbir mursal Karangawen dikenal sampai daerah-daerah
tetangga. Hal ini karena pemberitaan media baik cetak maupun elektronik di
setiap penyelengaraannya. Bahkan pada lebaran tahun kemarin mahasiswa dari Cina
dan Swedia yang kuliah di Perguruan Tinggi di Semarang menyempatkan hadir untuk
menyaksikanya. Jumlah penonton ribuan memenuhi kanan kiri jalan. Saat ini
antara Karangawen dan takbir mursal setali tiga uang. Orang-orang luar daerah
mengenal Karangawen karena takbir mursal. Takbir mursal telah menjadi tanda
bagi keberadaan Karangawen.
Segala peristiwa selalu saja ada sisi negatifnya,
demikian pula takbir mursal di Karangawen ini. Berikut sisi negatif takbir
mursal. Pertama, karena melintasi jalan provinsi maka takbir mursal menimbulkan
kemacetan. Saat malam lebaran volume kendaraan jalan provinsi antara Semarang –
Purwodadi penuh. Hal ini terjadi karena banyaknya masyarakat yang melaksanakan
perjalanan mudik. Kedua, seringkali terdapat rombongan nakal yang memanfaatkan
acara ini sebagai sarana hura-hura seperti meminum minuman keras,
meledakkan mrecon sembarangan sehingga tidak jarang mengakibatkan perkelahian.
Suasana takbir yang harusnya khusuk menjadi rusak dengan adanya kelompok nakal
ini.
Untuk menghindari dampak negatif di atas mulai dari
tahun kemarin pemerintah setempat mengambil kebijakan dengan melarang
pelaksanaan takbir mursal di jalan provinsi. Takbir mursal hanya boleh
dilaksanakan di jalan kampung masing-masing. Akibatnya pada tahun kemarin
penonton dari daerah lain banyak yang kecewa. Mereka tidak mendapat informasi
atas kebijakan pemerintah setempat tersebut. Mereka terlanjur memilih tempat di
kanan kiri jalan provinsi antara SMP N 1 Karengawen sampai Terminal Karangawen.
Padahal rombongan takbir mursal tidak melewati jalan tersebut.

Karena sudah
menjadi ‘petanda’ dan ruang ekspresi masyarakat Karangawen maka masalah di atas
harus dicarikan solusi yang lebih bijak agar takbir mursal tetap berlangsung,
penonton tetap bisa menikmati, tetapi tidak ada yang dirugikan termasuk
pengguna jalan yang melaksanakan perjalanan mudik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar