Jumat, 19 Desember 2014

Takbir Mursal Masyarakat Karangawen



Takbir mursal adalah istilah lain dari takbir keliling. Takbir mursal dilaksanakan oleh muslimin dan muslimat setelah buka terakhir di Bulan Ramandhan. Takbir mursal sudah mentradisi sejak puluhan tahun lalu di desa-desa di Kecamatan Karangawen. Habis magrib para penduduk yang memeluk Agama Islam berkumpul di masjid. Setelah Isya’ dilanjutkan berjalan kaki meneriakkan takbir keliling kampung. Dulu saat listrik belum masuk desa dan mesin diesel belum popular penerangan dilakukan menggunakan oncor, lampu yang terbuat dari bambu. Takbir mursal menggunakan pengeras suara bertenaga acu yang diangkut dengan oyol di atas sepeda. Untuk meramaikan  suasana takbiran diiringi  tetabuhan kentongan.
Seiring waktu, masyarakat semakin mengenal kemajuan dan teknologi. Listrik juga telah masuk desa. Siaran stasiun televisi baik negeri maupun swasta sudah dapat ditonton kapanpun di kampung.
Hal-hal di atas mempengaruhi bentuk takbir mursal, terdapat penambahan pernak-pernik di sana-sini. Sekarang penerangan menggunakan lampu neon dengan tenaga solar. Demikian juga pengeras suara, diangkut mengunakan mubil bak terbuka. Tetabuhan tidak lagi menggunakan kentongan tetapi menggunakan drum bekas tempat tahu. Penabuh drum sudah diatur sedemikian rupa sehingga menyerupai group drumband.
Satu lagi hal yang membedakan takbir mursal dulu dengan sekarang adalah takbir mursal sekarang terdapat adanya patung berukuran raksasa yang diusung oleh peserta rombongan takbir mursal. Patung itu terbuat dari anyaman bambu dan dilapisi kertas. Bentuk patung bermacam-macam, ada yang berbentuk hewan, robot, masjid, dan lain sebagainya. Semakin hari kualitas patung juga semakin baik.
Selalu saja ada usaha menyelipkan pesan dalam takbir mursal.  Pesan-pesan itu di antaranya pemeliharaan lingkungan, pesan untuk tidak menggunakan narkoba, pesan untuk selalu taat kepada ajaran agama, dan pesan-pesan bijak lainnya.
Takbir mursal adalah tradisi masyarakat Karangawen. Tradisi menurut Rendra ( 1983) adalah kebiasaan yang turun-temurun dalam sebuah masyarakat. la merupakan kesadaran kolektif sebuah masyarakat. Takbir mursal adalah wujud kebudayaan masyarakat Karangawen. Koentjaraningrat berpendapat bahwa terdapat tiga unsur kebudayaan yaitu ide, wujud tindakan, dan hasil-karya manusia. Takbir mursal adalah wujud kebudayaan yang berupa tindakan.  Takbir mursal adalah ekspresi masyarakat Karangawen terhadap kondisi terkini Indonesia dan dunia.
Positif-negatif takbir mursal
Mulanya takbir mursal hanya dilakukan ditingkat desa. Semua masjid dan mushola membentuk rombongan dan bergabung menjadi rombongan besar  bermuara di rumah kepala desa. Saat ini rombongan semakin besar karena desa-desa yang dekat dengan kecamatan seperti desa Karangawen, Brambang,  Sidorejo, dan Bumirejo,  bergabung menjadi satu dan berjalan melewati kantor Kecamatan.
Takbir mursal Karangawen dikenal sampai daerah-daerah tetangga. Hal ini karena pemberitaan media baik cetak maupun elektronik di setiap penyelengaraannya. Bahkan pada lebaran tahun kemarin mahasiswa dari Cina dan Swedia yang kuliah di Perguruan Tinggi di Semarang menyempatkan hadir untuk menyaksikanya.  Jumlah penonton ribuan memenuhi kanan kiri jalan. Saat ini antara Karangawen dan takbir mursal setali tiga uang. Orang-orang luar daerah mengenal Karangawen karena takbir mursal. Takbir mursal telah menjadi tanda bagi keberadaan Karangawen.
Segala peristiwa selalu saja ada sisi negatifnya, demikian pula takbir mursal di Karangawen ini. Berikut sisi negatif takbir mursal. Pertama, karena melintasi jalan provinsi maka takbir mursal menimbulkan kemacetan. Saat malam lebaran volume kendaraan jalan provinsi antara Semarang – Purwodadi penuh. Hal ini terjadi karena banyaknya masyarakat yang melaksanakan perjalanan mudik. Kedua, seringkali terdapat rombongan nakal yang memanfaatkan acara ini sebagai sarana hura-hura seperti meminum minuman keras, meledakkan mrecon sembarangan sehingga tidak jarang mengakibatkan perkelahian. Suasana takbir yang harusnya khusuk menjadi rusak dengan adanya kelompok nakal ini.
Untuk menghindari dampak negatif di atas mulai dari tahun kemarin pemerintah setempat mengambil kebijakan dengan melarang pelaksanaan takbir mursal di jalan provinsi. Takbir mursal hanya boleh dilaksanakan di jalan kampung masing-masing. Akibatnya pada tahun kemarin penonton dari daerah lain banyak yang kecewa. Mereka tidak mendapat informasi atas kebijakan pemerintah setempat tersebut. Mereka terlanjur memilih tempat di kanan kiri jalan provinsi antara SMP N 1 Karengawen sampai Terminal Karangawen. Padahal rombongan takbir mursal tidak melewati jalan tersebut.
Description: DSC_0280 
Karena sudah menjadi ‘petanda’ dan ruang ekspresi masyarakat Karangawen maka masalah di atas harus dicarikan solusi yang lebih bijak agar takbir mursal tetap berlangsung, penonton tetap bisa menikmati, tetapi tidak ada yang dirugikan termasuk pengguna jalan yang melaksanakan perjalanan mudik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar